Kamis, 05 November 2015

MAKALAH Kurikulim Subjek Akademis Serta Tuntutan Masyarakat Dalam Pengembangan Kurikulum

MAKALAH

Kurikulim Subjek Akademis Serta Tuntutan Masyarakat Dalam Pengembangan Kurikulum SMA-MA SMP-MTS SD-MI
Untuk Memenuhi Tugas Struktur

                                       Mata Kuliah         : Etika Pembelajaran
                                       Dosen Pengampu : Drs.H. Endang  Abdurrohman, M.pd






                                                               Aisyah Nurlaela (14121610658)
                                                   









TARBIYAH IPA BIOLOGI A/1V
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
2014





BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan berisi suatu interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu terdidik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. interaksi antara pendidik dengan peserta didik ini merupakan interaksi pendidikan, dan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Dalam lingkungan keluarga interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik. Interaksi ini berjalan tanpa direncanakan. Dalam kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap kali orang tua bertemu, bekerjasama atau bergaul dengan anak-anaknya. Pada saat demikian banyak perilaku dan perlakuan yang tanpa direncanakan dan tanpa disadari deperlihatkan orang tua. Kesalahan-kesalahan dalm mendidik bisa terjadi dalam situasi seperti itu. Karena sifat-sifatnya yang tidak formal, tidak memiliki rancangan yang kongkrit dan adakalanya juga tidak disadari, maka pendidikan dalam lingkungan keluarga disebut pendidikan informal. Pendidikan tersebut tidak memiliki kurikulum yang formal, dan tidak memiliki kurikulum yang tertulis. 
Pendidikan di lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalm lembaga pendidikan guru. Guru melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan rencana dan rancangan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, melakukan interaksi pendidikan secara berencana dan sadar. Dalam lingkungan sekolah telah ada kurikulum formal dan tertulis sehingga disebut pendidikan formal.
Di lingkungan masyarakat pun terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, interaksi pendidikan yang berlangsung di masyakat dan memiliki rancangan yang dilaksanakan secara formal sedangkan interaksi yang rancangannya kurang formal disebut pendidikan kurang formal.
Telah diuraikan di atas bahwa adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama dari pendidikan di sekolah. Dengan kata lain kurikulum merupakan syarat mutlak dari pendidikan di sekolah, sangat sulit dapat dibayangkan bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di suatu sekolah yang tidak memiliki kurikulum.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas, maka yang menjadi masalah secara rinci sebagai berikut:
1.    Apakah pengertian dari kurikulum subjek akademik?
2.    Bagaimana ciri-ciri kurikulum subjek akademik?
3.    Bagaimana pemilihan disiplin ilmu dari kurikulum subjek akademik?
4.    Bagaimana penyesuaian dengan perkembangan anak?
5.    Bagaimana Tuntutan masyarakat dalam pengembangankurikulum pada tingkat SD, SMP dan SMA?
C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum subjek akademik?
2.    Untuk mengetahui ciri-ciri kurikulum subjek akademik?
3.    Untuk mengetahui pemilihan disiplin ilmu dari kurikulum subjek akademik?
4.    Untuk mengetahui penyesuaian dengan perkembangan anak?
5.    Untuk Tuntutan masyarakat dalam pengembangankurikulum pada tingkat SD, SMP dan SMA?
D.  Manfaat
1.    Mengetahui pengertian dari kurikulum subjek akademik?
2.    Mengetahui ciri-ciri kurikulum subjek akademik?
3.    Mengetahui pemilihan disiplin ilmu dari kurikulum subjek akademik?
4.    Mengetahui penyesuaian dengan perkembangan anak?
5.    Mengetahui Tuntutan masyarakat dalam pengembangankurikulum pada tingkat SD, SMP dan SMA?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Kurikulim Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis ini adalah model konsep kurikulum yang paling tua, mulai sekolah pertama berdiri, kurikulum yang dipakai mirip dengan kurikulum tipe ini. Hingga saat ini, realitas mengatakan bahwa mayoritas Sekolah tidak bisa terlepas dari tipe ini, walaupun sudah banyak berkembang tipe-tipe lain. kurikulum ini sangat praktis, sehingga mudah disusun dan mudah dikabungkan dengan kurikulum tipe yang lain.
Kurikulum subjek akademis ini bersumber dari pendidikan klasik, yaitu: perenialisme dan esensialisme, yang memiliki orientasi pada masa lalu. menurut kedua teori itu, semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai sudah ditemukan oleh para pemikir dan yang ahli dibidangnya, pada masa lalu. Sehingga, fungsi pendidikan adalah memilihara dan mewariskan hasil-hasil budaya yang sudah temukan pada masa lalu tersebut. Yang diutamakan dan dinomorsatukan dalam kurikulum tipe ini adalah isi pendidikan. sehingga menurut tipe ini, belajar adalah berusaha mengusai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang belajar dikatakan berhasil jika ia sudah mengusai seluruh atau sebagian besar dari isi pendidikan yang telah diberikan dan disiapkan oleh pendidik (guru).
Dalam perkembangannya kurikulum subjek akademis ini tidak hanya menekankan pada isi atau materi pendidikan yang disampaikan oleh pendidik, tetapi secara berangsur-angsur yang juga diperhatikan dan ditekankan adalah proses belajar yang dilakukan oleh para siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dan diutamakan dalam materi pelajaran tersebut.
Jeromo Bruner dalam The Proces of Education menyarankan bahwa desai kurikulum hendaknya didasarkan atas struktur disiplin ilmu. selanjutnya, ia menegaskan bahwa kurikulum suatu mata pelajaran harus didasarkan atas pemahaman yang mendasar yang dapat diperoleh dari prinsip-prinsip yang mendasarinya dan memberi struktur kepada suatu disiplin ilmu.
Contoh kurikulum yang berdasarkan atas struktur pengetahuan adalah Man  A Course of  Stud (MACOS) Macos adalah kurikulum yang dipakai untuk sekolah tingkat dasar, yang terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman, permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. kurikulum ini ditujukan untuk mengadakan penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan pengarahan dan bimbingan Bruner.
     ( Salim Agus,  2007. 80-85 )
Ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek akademis :
1.    Melanjutkan pendekatan struktur  pengetahuan. Para murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-ingatnya.
2.    Studi yang bersifat integratif. pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntuk model-model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu. pelajaran disusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan pada fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada. Mereka mengembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi (Integrated Curriculum). Ada tiga ciri model kurikulum yang dikembangkan.
a.    Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan yang dapat terdiri atas ide atau konsep besar yang bisa mencakup semua ilmu atau suatu proses kerja ilmu, fenomena alam, atau masalah sosial yang membutuhkan pemecahan secara ilmiah.
b.    Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu. Kegiatan belajar melibatkan  isi dan proses dari satu atau beberapa ilmu sosial atau perilaku yang mempunyai hubungan dengan tema yang dipilih atau dikerjakan.
c.    Menyatukan berbagai metode atau cara balajar. kegiatan belajar ditekankan pada pengalaman konret yang bertolak dari minat dan kebutuhan murid serta disesuaikan dengan keadaan setempat.
3.    Pendekatan yang diterapkan di sekolah-sekolah fundamintalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran yang titik tekannya pada membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Beberapa pelajaran yang lain seperti ilmu kealaman , ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. 
B.  Ciri-Ciri Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis ini memiliki beberapa ciri yang berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan dari kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulm subjek akademis adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai. Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berfikir dan mengamatin digunakan dalam ilmuj kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan dalam seni dan koherensi dalam sejarah. Setelah para siswa mempunyai pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu, diharapkan mereka dapat memiliki konsep-konsep dan cara-cara yang bisa terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas.
Ahmad (1998, 39) menyampaikan ciri-ciri kurikulum ini sebagai berikut:
1.    Unit haruslah merupakan satu kesatuan yang bulat dari seluruh bahan pelajaran.
2.    Unit didasarkan pada kebutuhan anak, baik yang pribadi maupun sosial serta yang bersifat jasmani maupun rohani.
3.    Unit memuat kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
4.    Unit memberikan motivasi sehingga anak dapat berkreasi. Pelaksanaan unit sering memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan percobaan atau perolehan pengalaman yang membutuhkan waktu lama.
5.    Pendekatan yang digunakan cenderung induktif, yaitu disampaikan dari hal-hal yang bersifat umum menuju kepada bagian-bagian yang lebih spesifik. 
6.    Urutan penyajian bersifat kronologis. Penyampaian materi selalu diawali dengan menggunakan materi-materi terdahulu. Hal ini dilakukan agar sifat kronologis/ urutan materi tidak terputus.
a.    Maksud dan Fungsi
Maksud kurikulum adalah melatih siswa dalam menggunakan gagasan yang paling bermanfaat dan proses menyelidiki masalah riset khusus. Siswa diharapkan memperoleh konsep dan methode untuk melanjutkan pertumbuhan dalam masyarakat lebih luas. 
b.    Metode-Metode Kurikulum Subjek Akademik
Adalah dengan cara: Pameran (eksposisi), penyelidikan merupakan dua titik teknik yang secara umum digunakan dalam kurikulum akademik. 
Masalah atau gagasan dirumuskan dan diupayakan sehingga dapar dipahami mereka memeriksa pernyataan untuk menerangkan arti, landasan logika, dan dukungan factual mereka. Buku yang telah sangat terpengaruh kehidupan besar tidak diabaikan.
c.    Organisasi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Ditinjau dari isinya, mengklasifikasikan kurikulum model ini menjadi empat kelompok besar.
1)   Correlated curriculum. 
Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari suatu pelajaran dengan pelajaran lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensial dari setiap mata pelajaran. Kurikulum ini didesain berdasarkan pada konsep pedagogis dan psikologis yang dipelopori oleh Herbart dengan teori asosiasi yang menekankan pada dua hal, yaitu konsentrasi dan korelasi (Ahmad:1998,131).
2)   Unified atau concentrated curriculum
Kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu dibangun dari berbagai macam tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu pelajaran di susun dalam tema-tema pelajaran tertentu. Salah satu aplikasi kurikulum jenis ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya tematik. Dari satu tema yang diajukan, misalnya “lingkungan”, selanjutnya dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sain, matematika, sosial, dan bahasa.
3)   Integrated curriculum 
Pola organisasi kurikulum ini memperlihatkan warna disiplin ilmu. Bahan ajar  diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan antarpelajaran serta berbagai kegiatan siswa.
Keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman suatu materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup di lingkungan masyarakat.
4)   Problem solving curriculum
Kurikulum ini berisi pemecahan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.Pada kurikulum model ini,  guru cenderung lebih banyak dimaknai sebagai seseorang yang harus ”digugu”  dan ”ditiru”. Menurut Idi (2007:126), ada empat cara dalam menyajikan pelajaran dari kurikulum model subjek akademis.
Materi disampaikan secara hierarkhi naik, yaitu materi disampaikan dari yang lebih mudah hingga ke materi yang lebih sulit. Sebagai contoh, dalam pengajaran pada jenjang kelas yang rendah diperlukan alat bantu mengajar yang masih kongkret. Hal ini dilakukan guna membentuk konsep riil ke konsep yang lebih abstrak pada jenjang berikutnya.
Selanjutnya mengenai kegiatan evaluasi, kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk yang bervariasi disesuaiakan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi  humaniora lebih banyak menggunakan bentuk uraian (essay test) daripada tes objektif. Bidang studi tersebut membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara menyeluruh. Bidang studi seni yang sifatnya  ekspresi membutuhkan penilaian subjektif yang jujur, disamping keindahan dan cita rasa. beda halnya dengan bidang studi matematika, nilai tertinggi diberikan kepada mengusai landasan aksioma serta  cara penghitungannya benar. Bidang studi ilmu kealaman penghargaan tertinggi tidak hanya diberikan kepada jawaban yang benar tetapi juga pada proses berfikir yang digunakan siswa.
C.  Pemilihan Disiplin Ilmu
Dalam kurikulum subjek akademis ini yang menjadi masalah besar bagi para pengembang kurikulum ini  adalah hal yang berkaitan dengan bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Sebab jika inging memiliki pengusaan materi yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmu yang dipelajari harus sedikit. Sedangkan, jika hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan sangat terbatas, sehingga konskoensinya adalah sulit untuk menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. dan apabila disiplin ilmu yang dipelajari siswa sangat banyak, maka penguasaannya pada materi tersebut akan dangkal. mereka akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya sedikit-sedikit (tidak memdalam).
Untuk mengatasi masalah tersebut,antara sebagai berikut :
1.    Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahun.
2.    Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
3.    Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya.
Secara tradisional isi telah diseleksi dalam bentuk MAPEL dan terdapat hal-hal yang kurang menguntungkan, bahaya utamanya MAPEL yang bersifat tradisional mungkin memiliki rahasia sendiri, yang memiliki disiplin mental yang tampaknya tidak mengindahkan metode-metode yang digunakan karena lebih mementingkan isi. Materi yang diajarkan bersifat universal yang mengabaikan karakteristik siswa dan kebutuhan masyarakat setempat dan serta para pengembang kurikulum ini lebih mengutamakan penyusunan bahan secara logis dan sistematis mengabaikan kemampuan siswa.
Solusinya dalam perkembangan selanjutnya beberapa penyempurnaan. Yaitu (a) mendorong penggunaan intuisi dan tebak-tebakan, (b) adanya upaya-upaya menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat, dan (c) pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.
D.  Penyesuaian Dengan Perkembangan Anak
Para pengembang kurikulum subjek akademis, cendrung lebih mengutamakan penyusunan materi secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan materi dengan kemampuan berfikir anak (siswa). Yakni, mayoritas mereka kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan yang diutamakan adalah susunan isi atau materi, yaitu apa yang akan diajarkan. Juga mereka memandang materi yang akan diajarkan bersifat universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat setempat.
Dalam perkembangan selanjutnya dilakukanlah beberapa penyempurnaan yang ditujukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada sebelumnya. pertama, untuk mengimbangi penekannya pada proses berfikir, mereka mulai mendorong penggunaan intuisi dan tebak-tebakan. kedua, adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat. ketiga, pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.

E.  Tuntutan Masyarakat Dalam Pengembangan Kurikulum SMA-MA SMP-MTS SD-MI.
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan SMA-MA SMP-MTS SD-MI
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat, pendidikan tidak akan berhasil dengan maksimal. Sekarang hampir semua sekolah telah mempunyai komite sekolah yang merupakan wakil masyarakat dalam membantu sekolah, sebab masyarakat dari berbagai lapisan sosial ekonomi sudah sadar betapa pentingnya dukungan mereka untuk keberhasilan pembelajaran di sekolah.
Sebetulnya banyak sekali jenis-jenis dukungan masyarakat pada sekolah. Namun sampai sekarang dukungan tersebut lebih banyak pada bidang fisik dan materi, seperti membantu pembangunan gedung, merehab sekolah, memperbaiki genting, dan lain sebagainya.
         Masyarakat juga dapat membantu dalam bidang teknis edukatif antara lain menjadi guru bantu, sumber informasi lain, pendidik pengganti, mengajar kebudayaan setempat, ketrampilan tertentu, atau sebagai pengajar tradisi tertentu. Namun demikian, hal tersebut belumlah terwujud karena berbagai alasan.
Pada dasarnya masyarakat baik yang mampu maupun yang tidak mampu, golongan atas, menengah maupun yang bawah, memiliki potensi yang sama dalam membantu sekolah yang memberikan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Akan tetapi hal ini bergantung pada bagaimana cara sekolah mendekati masyarakat tersebut. Oleh karena itu, sekolah harus memahami cara mendorong peran serta masyarakat agar mereka mau membantu sekolah. Tulisan ini berikhtiar membicarakan tiga hal antara lain, pentingnya peran serta masyarakat utamanya peran stakeholder bagi pengembangan madrasah, jenis-jenis peran serta masyarakat, serta cara mendorong peran serta masyarakat. Dari sini diharapkan muncul pokok-pokok gagasan setelah melalui proses diskusi dan simulasi yang mencakup munculnya identifikasi stakeholder (baca: kelompok masyarakat) dalam dalam membantu pendidikan, terinventarisasinya jenis-jenis PSM, serta teridentifikasinya beberapa cara mendorong peran
serta masyarakat (PSM).

Mengapa PSM itu perlu?
1.      Pendidikan adalah tanggungjawab bersama keluarga, masyarakat, dan negara.
2.      Keluarga bertanggung jawab untuk mendidik moralitas/agama, menyekolahkan anaknya, serta membiayai keperluan pendidikan anaknya.
3.      Anak berada di sekolah antara 6-9 jam, selebihnya berada di luar sekolah (rumah dan lingkungannya). Dengan demikian, tugas keluarga amat penting untuk menjaga dan mendidik anaknya.
4.      Pendidikan adalah investasi masa depan anak. Oleh karena itu, memerlukan biaya, tenaga dan perhatian. Keberatankah orang tua membayar SPP yang sifatnya bulanan, sedang mereka saja tidak berat untuk membeli rokok setiap hari? Mungkinkah anak menjadi pandai tanpa biaya? Harusnya kita sadar, kita sedang memasuki era globalisasi, dan jika anak kita tidak terdidik, kita akan kalah bersaing dengan bangsa lain.
5.       Anak perempuan perlu mendapat pendidikan setinggi anak laki-laki mengingat mereka akan menjadi ibu dari bayi-bayinya. Ibu lebih dekat kepada anak dan mendidik anak perlu pengetahuan yang memadai agar anak tidak salah asuhan/didik.
6.      Masyarakat berhak dan berkewajiban untuk mendapatkan dan mendukung pendidikan yang baik. Kewajiban mereka tidak sebatas pada bantuan dana, lebih dari itu juga pemikiran dan gagasan.
7.      Pemerintah berkewajiban membuat gedung sekolah, menyediakan tenaga/guru, melakukan standarisasi kurikulum, menjamin kualitas buku paket, alat peraga, dan lain sebagainya. Karena kemampuan pemerintah terbatas, maka peran serta masyarakat sanga diperlukan.
8.      Kemampuan pemerintah terbatas sehingga mungkin tidak mampu untuk mengetahui secara rinci nuansa perbedaan di masyarakat yang berpengaruh pada bidang pendidikan. Jadi masyarakat berkewajiban membantu penyelenggaraan pendidikan.
9.      Masyarakat dapat terlibat dalam memberikan bantuan dana, pembuatan gedung, lokal, pagar, dan lain sebagainya. Masyarakat juga dapat terlibat dalam bidang teknis edukatif.
10.  Idealnya sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah dan juga kepada masyarakat sekitarnya.
11.  Bantuan teknis edukatif juga sangat mungkin diberikan, seperti: menyediakan diri menjadi tenaga pengajar, membantu anak berkesulitan membaca, menentukan dan memelihara guru baru yang mempunyai kualifikasi, serta membicarakan pelaksanaan kurikulum dan kemajuan belajar. (Gunawan Heri, 2011. 42-45 )
Jenis-jenis PSM (Peran Serta Masyarakat)
Ada bermacam-macam tingkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Peran serta tersebut dapat diklasifikasikan dalam 7 tingkatan, yang dimulai dari tingkat terendah ke tingkat tertinggi. Tingkatan tersebut terinci sebagai berikut:
1.      Peran serta dengan menggunakan jasa yang tersedia. Jenis PSM ini merupakan jenis paling umum. Masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah dengan memasukkan anak ke sekolah.
2.      Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang dan atau tenaga.
3.      Peran serta secara pasif. Artinya menyetujui dan menerima apa yang diputuskan oleh sekolah (komite sekolah), misalnya komite sekolah memutuskan agar orang tua membayar iuran bagi anaknya yang bersekolah dan orangtua menerima keputusan tersebut dengan mematuhinya.
4.      Peran serta melalui adanya konsultasi. Orangtua datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang dialami anaknya.
5.      Peran serta dalam pelayanan. Orantua/masyarakat terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya orangtua ikut membantu sekolah ketika ada studi banding, kegiatan pramuka, kegiatan keagamaan, dan lain sebagainya.
6.      Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang
didelegasikan/dilimpahkan. Misalnya, sekolah meminta orang tua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya pendidikan , masalah gender, gizi dan lain sebagainya.
7.      Peran serta dalam pengambilan keputusan. orangtua/masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan (baik akademis maupun non akademis) dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam rencana pengembangan sekolah.Menuju Otonomi pada Tingkat Sekolah; Ikhtiar Memberdayakan Komite Sekolah sebagi Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan.
“Komite Sekolah/Madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan”.
(Pasal 56, ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003)
Paradigma MBS beranggapan bahwa, satu-satunya jalan masuk yang terdekat menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan.  Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan berhasilan pendidikan di sekolah, karena mereka adalah pembayar pendidikan, baik melalui uang sekolah maupun pajak, sehingga sekolah-sekolah seharusnya bertanggungjawab terhadap masyarakat.
Namun demikian, entitas yang disebut “masyarakat” itu sangat kompleks dan tak berbatas (borderless) sehingga sangat sulit bagi sekolah untuk berinteraksi dengan masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah, konsep masyarakat itu perlu disederhanakan (simplified) agar menjadi mudah bagi sekolah melakukan hubungan dengan masyarakat itu.
Penyederhanaan konsep masyarakat itu dilakukan melalui “perwakilan” fungsi stakeholder, dengan jalan membentuk Komite Sekolah (KS) pada setiap sekolah dan Dewan Pendidikan (DP) di setiap kabupaten/kota. DP-KS sedapat mungkin bisa merepresentasikan keragaman yang ada agar benar-benar dapat mewakili masyarakat. Dengan demikian, interaksi antara sekolah dan masyarakat dapat diwujudkan melalui mekanisme pengambilan keputusan antara sekolah-sekolah dengan Komite Sekolah, dan interaksi antara para pejabat pendidikan di pemerintah kabupaten/kota dengan Dewan Pendidikan. Bukti tanggungjawab masyarakat terhadap pendidikan diwujudkan dalam fungsi yang melekat pada DP dan KS, yaitu fungsi pemberi pertimbangan dalam pengambilan keputusan, fungsi kontrol dan akuntabilitas publik, fungsi pendukungan (supports), serta fungsi mediator antara sekolah dengan masyarakat yang diwakilinya.
Kemandirian setiap satuan pendidikan adalah salah satu sasaran dari kebijakan desentralisasi pendidikan sehingga sekolah-sekolah menjadi lembaga yang otonom dengan sendirinya. Namun tentu saja, pergeseran menuju sekolah-sekolah yang otonom adalah jalan panjang sehingga memerlukan berbagai kajian serta perencanaan yang hati-hati dan mendalam. Jalan panjang ini tidak selalu mulus, tetapi akan menempuh jalan terjal yang penuh dengan onak dan duri.
Orang bisa saja mengatakan bahwa paradigma baru untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang demokratis dan partisipatif, tidak dapat dilaksanakan di dalam suatu lingkungan birokrasi yang tidak demokratis. Namun, pengembangan demokratisasi pendidikan tidak harus menunggu birokrasinya menjadi demokratis dulu, tetapi harus dilakukan secara simultan dengan konsep
Yang jelas dan transparans.
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan sebaiknya tidak dilakukan melalui suatu mekanisme penyerahan “kekuasaan birokrasi” dari pusat ke daerah, karena kekuasaan telah terbukti gagal dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu. Melalui strategi “desentralisasi pemerintahan di bidang pendidikan”.
Depdiknas tidak hanya berkepentingan dalam mengembangkan kabupaten/kota dalam mengelola pendidikan, tetapi juga berkepentingan dsalam mewujudkan otonomi satuan pendidikan, Depdiknas memiliki keleluasaan untuk membangun kapasitas setiap penyelenggara pendidikan, yaitu sekolah-sekolah. MBS mengembangkan satuan-satuan pendidikan secara otonom karena mereka adalah pihak yang paling mengetahui operasional pendidikan. Sesuai dengan strategi ini sekolah bukan bawahan dari birokrasi pemerintah daerah, tetapi sebagai lembaga profesional yang bertanggung jawab terhadap klien atau stakeholder yang diwakili oleh Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah tidak diukur dari pendapat para birokrat, tetapi dari kepuasan masyarakat atau stakeholder. Fungsi pemerintah adalah fasilitator untuk mendorong sekolah-sekolah agar berkembang menjadi lembaga profesional dan otonom sehingga mutu pelayanan mereka memberi kepuasan terhadap komunitas basisnya, yaitu masyarakat.
 ( Yoyon Bahtiar Irianto, 2012.55-59)
Perlu juga difahami bahwa pengembangan paradigma MBS, bukanlah kelanjutan apalagi “kemasan baru” dari Badan Pembantu Pelaksanaan Pendidikan (BP3). Adalah keliru jika DP dan KS adalah alat untuk “penarikan iuran”, karena “penarikan iuran” yang dilakukan oleh BP3 terbukti tidak berhasil memobilisasi partisipasi dan tanggungjawab masyarakat. Tetapi yang harus lebih difahami adalah fungsi Dewan dan Komite sebagai jembatan antara sekolah dan masyarakat. Sekolah yang hanya terbatas personalianya, akan sangat dibantu jika dibuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk ikut memikirkan pendidikan di sekolah-sekolah. Sekolah yang sangat tertutup bagi kontribusi pemikiran dari masyarakat harus kita akhiri, dan dengan MBS, dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut serta memikirkan pendidikan di sekolah. Dengan konsep MBS, masyarakat akan merasa memiliki dan mereka akan merasa tanggungjawab untuk keberhasilan pendidikan di dalamnya. Jika ini dapat diwujudkan, jangankan “iuran” bahkan apapun yang mereka miliki (uang, barang, tenaga, fikiran bahkan kesempatan) akan mereka abdikan untuk kepentingan pendidikan. Anak-anak bangsa yang berlangsung disekolah-sekolah.Pengolaan Pendidikan pada tingkat Sekolah.(  Aziz Abdul Hamka, 2011. 35- 40 )
             Peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan manajemen pendidikan di tingkat sekolah.
Beberapa aspek manajemen yang secara langsung dapat diserahkan sebagai urusan yangmenjadi kewenangan tingkat sekolah adalah sebagai berikut.
Pertama, menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Urusan ini amat penting sebagai modal dasar yang harus dimiliki sekolah. Setiap sekolah selogonya telah dapat menyusun dan menetapkan sendiri visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Ini merupakan bukti kemandirian awal yang harus ditunjukkan oleh sekolah. Jika masa lalu sekolah lebih dipandang sebagai lembaga birokrasi yang selalu menunggu perintah dan petunjuk dari atas, dalam era otonomi daerah ini sekolah harus telah memiliki kesadaran untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Sudah barang tentu, sekolah harus menjalin kerjasama sebaik mungkin dengan orangtua dan masyarakat sebagai mitra kerjanya. Bahkan dalam menyusun program kerjanya, sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi, misi, strategi, dan tujuan sekolah tersebut, orangtua dan masyarakat yang tergabung dalam Komite Sekolah, serta seluruh warga sekolah harus dilibatkan secara aktif dalam menyusun program kerja sekolah, dan sekaligus lengkap dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
Kedua, memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tesedia, fasilitas yang ada, jumlah pendidik, dan tenaga administratif yang dimiliki. Berdasarkan sumber daya pendukung yang dimilikinya, sekolah secara bertanggung jawab harus dapat menentukan sendiri jumlah peserta didik yang akan diterima, syarat peserta didik yang akan diterima, dan persyaratan lain yang terkait. Sudah barang tentu, beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota perlu mendapatkan pertimbangan secara bijak.
Ketiga, menetapkan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang akan diadakan dan dilaksanakan oleh sekolah. Dalam hal ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan masa depan lulusannya, sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kurikulum nasional dengan kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum dengan meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah. Kurikulum muatan lokal, misalnya dalam mengambil kebijakan untuk menambah mata pelajaran seperti Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, komputer, dsb. Sudah barang tentu, kebijakan itu diambil setelah meminta pertimbangan dari Komite Sekolah, termasuk resiko anggaran yang diperlukkan untuk itu. Dalam kaitannya dengan penetapan kegiatan ekstrakurikuler, sekolah juga harus meminta pendapat siswa dalam menentukan kegiatan ekstrakurikuler yang akan diadakan oleh sekolah.
Oleh karena itu sekolah dapat melakukan pengelolaan biaya operasio-nal sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah Kabupaten/Kota maupun dari masyarakat secara mandiri. Untuk mendukung program sekolah yang telah disepakati oleh Komite Sekolah diperlukan ketepatan waktu dalam pencairan dana dari pemerintah kabupaten/kota. Oleh kaarena itu praktik birokrasi yang menghambat kegiatan sekolah harus dikurangi.
            Keempat, pengadaan sarana dan prasana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan ketentuan yang ada. Misalnya, buku murid tidak seenaknya diganti setiap tahun oleh sekolah, atau buku murid yang akan dibeli oleh sekolah adalah yang telah lulus penilaian, dsb. Pemilihan dan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dapat dilaksanakan oleh sekolah, dengan tetap mengacu kepada standar dan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau provinsi dan kabupaten/kota.
Kelima, penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah, provinsi, dan kabupaten. Yang biasa terjadi justru, karena kewenangan penghapusan itu tidak jelas, barang dan jasa yang ada di sekolah justru tidak pernah dihapuskan, meskipun ternyata barang dan jasa itu sama sekali telah tidak berfungsi atau malah telah tidak ada barangnya.
Keenam, proses pengajaran dan pembelajaran. Ini merupakan kewenangan profesional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah. Kepala sekolah dan guru secara bersama-sama merancang proses pengajaran dan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan lancar dan berhasil. Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan direkomendasikan sebagai model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh sekolah. Pada masa sentralisasi pendidikan, proses pembelajaran pun diatur secara rinci dalam kurikulum nasional. Dalam era otonomi daerah, kurikulum nasional sedang dalam proses penyempurnaan menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK).  Dengan KBK ini, diharapkan para guru tidak akan terpasung lagi kreativitasnya dalam melaksanakan dan mengembangkan kurikulum.
Ketujuh, urusan teknis edukatif yang lain sejalan dengan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenagan setiap satuan pendidikan.
(Nurcahya Denny , dkk. 2011. 50-56 )

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
   Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Kurikulum subjek akademis ini bersumber dari pendidikan klasik, yaitu: perenialisme dan esensialisme.
2.    Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat.
3.    Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari suatu pelajaran dengan pelajaran lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensial dari setiap mata pelajaran.
4.    Penyesuaian Dengan Perkembangan Anak : susunan isi atau materi, yaitu apa yang akan diajarkan. Juga mereka memandang materi yang akan diajarkan bersifat universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat setempat.
5.    Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan SMA-MA SMP-MTS SD-MI Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat, pendidikan tidak akan berhasil dengan maksimal.

 \
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Abdul Hamka, 2011”Membangun Karakter Bangsa”Pustaka Al  
      Mawardi.Surakarta :LFABETA
Gunawan Heri, 2011” Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi” Bandung, : Alfabeta,
Nurcahya Denny , dkk. 2011 PERAN MASYARAKAT DALAM KURIKULUM.Jakarta : Universitas Terbuka.  
Salim Agus,  2007.Pengembangan Kurikulum (Teori Dan Aplikasi)
Setiawan Denny, dkk. 2011 KOMPUTER DAN MEDIA PEMBELAJARAN. Jakarta : Balai Pustaka,
     Yoyon Bahtiar Irianto, 2012 Kebijakan Pembaharuan Pendidikan, Jakarta, :Rajawali Press,
http://www.pustakasekolah.com/pengertian-sosial-budaya.html20014/03/11/ Diakses 11:12
http://akhmadsudrajat.wordpress.comlandasan-kurikulum/20014/03/11/ Diakses 11:29




Tidak ada komentar:

Posting Komentar